Eksplorasi dan Eksploitasi Penambangan Emas Lebong Donok (Bengkulu)
Tahun 1897-1942
Rendi Andriyanto11(*), Azmi Fitrisia2
1, 2 Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
*Rendiay8@gmail.com
Abstract
This study describe the Exploration and Exploitation gold mining in Lebong
Donok, (Bengkulu) in 1897-1942. This research uses the historical method of the
process: Heuristics, or data collection, then continued the procces of source criticism
and interpretation of data, the final stage is the writing of history so that this research
can be completed. The results showed that the first person to explore the Lebong Donok
gold tambourine was Eugene Kassel. Eugene Kassel conducted a study in Lebong. The
results of his research caught the attention of the owner of a mining company in Batavia
so the company decided to explore the mine through Lebong Goud Syndicaat. The Dutch
East Indies government granted management concessions to a Dutch private company
named Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong in 1899 under the mining
administrator H.J.A. Sanders, after the discovery of gold deposits at Lebong Donok in
1896 and the estabilishment of the company on 10 February 1897. The results of
exploitation carried out by the Dutch East Indies government through private company
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong in Lebong Donok is very profitable and adds
to the Dutch East Indies government.
Keywords: Mining, Exploration, Explotation.
Abstrak
Penelitian ini menjelaskan tentang Eksplorasi dan Eksploitasi penambangan
emas di Lebong Donok, Bengkulu tahun 1987-1942. Penelitian ini mengunakan metode
sejarah dari proses: Heuristik, atau pengumpulan data, kemudian dilanjutkan proses
kritik sumber dan intrepretasi data, tahap akhir adalah penulisan sejarah sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang pertama
yang melakukan eksplorasi terhadap tambas emas Lebong Donok adalah Eugene
Kassel. Eugene Kassel melakukan sebuah penelitian di Lebong. Hasil penelitiannya
menarik perhatian pemilik perusahaan tambang di Batavia sehingga perusahaan tersebut
memutuskan untuk melakukan eksplorasi tambang melalui Lebong Goud Syndicaat.
Pemerintah Hindia Belanda memberikan hak konsesi pengelolaan kepada Perusahaan
Swasta Belanda bernama Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong tahun 1899 dibawah
Administrator tambang H.J.A Sanders, setelah temuan endapan emas di Lebong Donok
tahun 1896 dan pendirian perusahaan pada 10 Februari 1897. Hasil eksplotasi yang
dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan swasta Mijnbouw
Maatschappij Redjang Lebong di Lebong Donok sangat banyak menguntungkan dan
menambah kas pemerintah Hindia Belanda.
Kata Kunci: Tambang, Eksplorasi, Eksploitasi
10
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Pendahuluan
Peralihan pemerintahan dari Kolonial Inggris ke Pemerintahan Kolonial Belanda di
Bengkulu pada tahun 1825, mendorong Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan operasi
perluasaan kekuasaan ke wilayah Pegunungan Rejang yang meliputi wilayah Lebong. Lebong
menarik perhatian Pemerintahan Kolonial Belanda karena memiliki potensi hasil bumi yang
cukup baik seperti kandungan logam mulia berupa emas. Maka pada tahun 1868 mulai dirintis
jalan raya pertama yang membelah pegunungan untung menghubungkan Rejang Lebong
dengan Lebong (Graaf & Stibbe, 1918).
Endapan bijih emas primer di daerah Lebong Donok merupakan hasil eksplorasi dari
Eugene Kassel yang kemudian di tambang oleh perusahaan swasta Belanda bernama Mijnbouw
Maatschappij RedjangLebong mulai tahun 1897. Graaf & Stibbe (1918). Adapun hak konsesi
dan izin eksploitasi pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda di wilayah
Indonesia hingga tahun 1938 tercatat sebanyak 437 kali. Namun berdasarkan Indische Mijnwet
1899 yang telah mengalami perubahan, Pemerintah Hindia Belanda tidak lagi memberikan
konsesi kecuali untuk warga Negara Belanda dan badan hukum atau perusahaan yang didirikan
di Belanda atau Hindia Belanda terhitung sejak tahun 1904. Selain timah, batubara, dan minyak
bumi, Pemerintah Hindia Belanda juga melakukan usaha penambangan terhadap bahan galian
logam mulia di Sumatera, salah satunya di wilayah Bengkulu dengan Onderafdeeling Lebong
(Rahmana, 2018).
Tambang emas Lebong Donok merupakan tambang emas pertama yang menjadi salah
satu faktor pendukung adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di Lebong. Tambang emas
Lebong Donok merupakan hasil eksplorasi Eugene Kassel yang kemudian diambil alih oleh
perusahaan swasta Belanda bernama Mijnbouw Maatschappij Rejang Lebong pada tahun 1897.
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong merupakan perusahaan pertambangan tertua di
Lebong yang resmi berdiri tanggal 10 Februari 1897 (Graaf & Stibbe, 1918).
Penelitian mengenai tambang emas ini pernah ditulis oleh Lindayanti yang membahas
Penambangan Emas dan Perak di Bengkulu. Artikel Lindayanti ini membahas sejarah singkat
penambangan emas di Bengkulu sebelum kedatangan orang-orang Eropa. Penambangan yang
dilakukan dengaan menggunakan metode tradisional. Selanjutnya Penelitian Siti Rahmana Dari
Mendulang Jadi Menambang: Jalur Emas di Lebong (Bengkulu) Abad XIX hingga Abad XX.
Tulisan ini membahas tentang jalur emas di Lebong, strategi produksi jalur emas, dan wajah
baru Lebong. Berbeda dengan penelitian penulis yang lebih mengkrucutkan pada satu
pertambangan pada masa Kolonial Belanda yaitu Tambang Emas Lebong Donok yang dikelola
oleh Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong. Penulis mencoba melihat Eksplorasi dan
Eksploitasi Penambangan Emas Lebong Donok (Bengkulu) 1897-1942.
Penelitian ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena Tambang Emas Lebong
Donok yang dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij RedjangLebong merupakan tambang emas
pertama yang membuka jalur tambang emas yang lain di Lebong. Seperti Lebong Sulit yang
dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij Lebong Sulit, Lebong Simau yang dikelola oleh
Maatschappij Simau sedangkan Lebong Simpang dan Lebong Sawah dikelola oleh Perusahaan
milik Pemerintah Hindia Belanda. Selain sebagai pembuka jalur untuk pertambangan emas
yang lain, pertambangan emas Lebong Donok yang dikelola oleh Perusahaan Mijnbouw
Maatschappij Redjang Lebong menjadi perusahaan pertambangan pertama di Lebong sekaligus
11
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
menjadi perusahaan terakhir yang mampu bertahan ketika empat perusahaan lainnya
mengalami likuidasi (Rahmana, 2018).
Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang terdiri
empat langkah yang berurut dalam penelitian sejarah ini yaitu, Heuristik, Kritik Sumber,
Interpretasi dan yang terakhir Historiografi.
1. Heuristik
Pada tahapan ini penulis akan mengumpulkan data berkaitan dengan Tambang Emas
Lebong Donok. Sumber primer yang digunakan penulis adalah dokumen yang berasal dari arsip
Belanda yang dapat diakses di www.delpher.nl, arsip tersebut berupa Encyclopedie van
Nederlandsch Indie-Tweede Druk, karya S. de Graaf dan D.G. Stibbe (1918) dan J. Paulus,
Rapport Over De Opsporing Van Delfstoffen Nederlandsch Indie-Tweede Druk karya M. W. A.
J. M. Van Waterschoot Van Der Gracht (1915). Koloniale Mijnbouw: De Goudindustrie Karya
Dr. J. H. Verloop (1916). Kemudian Arsip Nasional Republik Indonesia yaitu Grenzen .
Bengkoelen. Vesteeling der grenzen voor de plaatsen Tais, Moeara Aman, Kepahiang en Muko
muko.
Selain sumber primer penulis juga menggunakan sumber sekunder yang didapatkan
dari Perpusatakaan Daerah Kota Bengkulu berupa buku Sejarah Bengkulu 1500-1990 ,Karya
Abdullah Siddik (1996), buku Sejarah Daerah Bengkulu yang diterbitkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian surat kabar Belanda yang dapat diakses di
www.delpher.nl. Berupa koran Bataviaasch Nieuwsblad Mandaag 22 October 1900, Deverse
Berichten., “De Locomotief ”, Zaterdag 21 September 1901.
2. Kritik Sumber
Langkah kedua dari metode penelitian sejarah ialah melakukan kritik terhadap sumber
yang telah ada. Sumber-sumber yang telah dikumpulkan kemudian diverifikasi atau diuji
melalui serangkaian kritik, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dien & Wahyudi
(2018). Kritik internal adalah kritik yang dilakukan terhadap isi dokumen. Hal ini dimaksudkan
untuk dapat menggunakan isi dokumen yang relevan dan dapat dipercaya agar dokumen
tersebut bisa digunakan sebagai sumber dalam penulisan sejarah. Sedangkan kritik eksternal
merupakan langkah yang ditempuh untuk mengetahui keaslian dokumen. Misalnya dokumen
tersebut asli atau palsu, apakah masih utuh atau sudah mengalami perubahan sebagian.Langkah
ini dapat dikatakan sebagai kritik terhadap fisik dokumen.
3. Interpretasi
Langkah selanjutnya ialah melakukan interpretasi yaitu tahap penafsiran. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang disajikan secara deskriptif anaslisis dan kronologis.
Penulis akan melakukan interpretasi atas data-data yang telah ditemukan, kemudian penulis
melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dengan teori
disusun fakta-fakta tersebut dalam suatu interpretasi menyeluruh.
4. Historiografi
Historiografi adalah tahap terakhir yang dilakukan oleh peneliti setelah interpretasi,
yaitu kegiatan menulis, memaparkan dan melaporkan hasil penelitian sejarah yang telah
12
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
dilakukan. Melakukan penulisan dan pemaparan tentang Eksplorasi dan Eksploitasi
Penambangan Emas Lebong Donok (Bengkulu) Tahun 1897-1942 (Abdurahman, 2007).
Hasil dan Pembahasan Penelitian
1. Gambaran Umum Wilayah Lebong
Bengkulu memiliki luas wilayah 24.442 Km². Wilayah Bengkulu juga meliputi
kepulauan di sekitarnya seperti Pulau Enggano, Pulau Tikus, Pulau Pisang, dan Pulau Betuah.
Pada tahun 1912, sebanyak 220.000 penduduk yang mendiami daerah Bengkulu. Secara
Geografis, Bengkulu dikelilingi oleh barisan pegunungan yang sebagian besar merupakan
gunung api dengan lembahnya yang panjang. Beberapa barisan pegunungan tersebut di
antaranya Pematang Gigur (1.800 M), Gunung Ranau, Gunung Dempo, Dataran Tinggi Musi
Hulu, Gunung Kaba, Gunung Pandan (2.168 M), Gunung Seblat (2.383 M), Bukit Runcing
(2.221 M), Bukit Daun (2.467 M), dan Gunung Palik (2.463 M). Divisi Lebong, di utara
Bengkulu dengan ibu kota Muara Aman diperintah oleh asisten residen dengan luas 12.958
Km² dengan populasi 84.000 jiwa. Terdiri dari subdivisi; Lebong,Redjang, dan Muko-muko.
Sub bagian Lebong memiliki luas 1.661 Km² dan memiliki 11.000 penduduk (Graaf & Stibbe,
1918).
Secara Geografis Lebong merupakan dataran tinggi bergelombang dan subur yang
membentang dari Gunung Seblat hingga daerah aliran Sungai Ketahun dan Sungai Musi dengan
rata-rata DAS 1.100 M yang juga merupakan perbatasan dengan Gunung Rejang. Dataran ini
dikelilingi oleh dua pegunungan yang membelah gunung Seblat.Rantai timur memiliki
pegunungan Barisan sendiri, dimana puncaknya naik ke ketinggian 2.000 M yaitu Gunung
Seblat (2.383 M) dan Gunung Runcing (2.221 M). Di depannya terdapat Pegunungan Bukit
Bubung dan Bukit Panjang. Rantai Barat rata-rata 700 juta M tingginya, tetapi di dalamnya
terdapat puncak Gunung Kokoi, Bukit Tiga dan Bukit Resam, yang bergabung ke dalam
wilayah pesisir delapan gelombang (Paulus, 1917).
Untuk Muara Aman ibukota divisi Lebong, Dari Utara: tepi Air Kotok menyatu dengan
Air Amen kemudian ke hilir ke persimpangan bank itu di tepi kanannya Air Taman, kemudian
di tepi kanan jalur air ke Puet, di mana bank itu memotong sisi timur jalan dari Muara aman ke
lokasi konsesi Perusahaan Pertambangan Lebong Donok. Dari Barat: dari pertemuan terakhir
ke tempat jalan itu memotong sisi barat jalan ke Talang Ulu. Selatan: dari Talang Ulu
kearahtimur dari tepi kanan Air Amen ke Muara sungai Air Kotok kembali ke titik awal dari
perbatasan utara. Grenzen. Pasar Muara Aman terletak di 326 M dari Perusahaan Pertambangan
Lebong Donok. Dusun Tes terletak di 581 M di ketinggian 565 M di atas permukaan laut.
Lebong merupakan pengucapan local dari kata Melayu Lobang yang berarti Tambang. Selain
penduduk asli di Lebong ini juga ada pendatang dari Palembang, Jawa, dan Sunda (Paulus,
1917).
Bengkulu terletak antara perbatuan pre-tesier, tersier, vulkan dan bantuan endapan
alluvial.Keadaan ini memberikan sebuah pengaruh yang cukup besar bagi keadaan bumi daan
kehidupan penduduk di daerah Bengkulu.Di beberapa daerah tersebar batu-batuan yang
mengandung barang-barang tambang seperti emas, perak, kaolin kuarsa dan lain-lain. Proyek
Inventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional (1984).
13
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Lebong di bagian barat berbatasan langsung dengan gunung berapi kembar Belirang
Lumut, Bukit Bubung, Bukit Panjang, serta Bukit Tiga. Sementara lava mengalir dari Belirang
menutupnya di Selatan. Dataran ini mungkin adalah sebuah danau yang muncul ketika Ketahun
di bawah Dungang dibendung oleh aliran andesit, lava, tufa, serta memiliki dataran aluvial
sepanjang 13 Km dengan Lebar 6 Km² dan dikosongkan karena sungai ini perlahan-lahan
melewati bendungan. Sungai Ketahun masih merupakan sungai utama di wilayah Lebong.
Kondisi ini yang menjadikan Lebong sebagai wilayah yang menyimpan banyak kandungan
Logam berupa emas primer maupun emas sekunder (Paulus, 1917).
Endapan primer dan sekunder di Lebong terbentuk sesuai dengan kondisi wilayah
Lebong yang dikelilingi oleh gunung berapi. Endapan emas dikelompokkan kedalam tujuh
kategori, yaitu endapan emas kuarsa, endapan emas epitermal, endapan emas letakan muda,
endapan emas fosil, endapan emas tersebar, endapan emas ikutan, dan endapan emas dalam air
laut. Banyaknya tersebar gunung api dengan berbagai aktivitasnya yang berbeda, serta
didukung oleh iklim wilayah Lebong yang merupakan iklim tropis menjadikan wilayah Lebong
sebagai salah satu tempat penyimpanan endaoan emas (Wahyudi, 1995).
2. Eksplorasi dan Eksploitasi Penambangan Emas Lebong Donok (Bengkulu) Tahun
1897-1942.
Eksplorasi Awal Penambangan Emas Lebong Donok
Sekitar abad ke-13, Jauh sebelum Pemerintah Hindia Belanda datang ke Lebong,
penduduk setempat sudah mulai mencari emas dengan cara mendulang atau mencuci pasir-pasir
yang mengandung emas di sekitaran Sungai Ketahun yang ada di Lebong Donok. Baru pada
akhir abad ke-19 kekayaan emas Lebong menarik perhatian orang Eropa secara kebetulan.
Ketika seorang penambangan emas tradisional yang bernama Haji Ismael yang tinggal di Pasar
Curup. Haji Ismael menceritakan tentang daerah-daerah di Lebong khususnya di Lebong
Donok yang tanahnya mengandung emas kepada Eugene Kassel, seorang administratur
Perkebunan Kopi Suban Ayam. Berdasarkan informasi tersebut Eugene Kassel melakukan
sebuah penelitian di Lebong. Hasil penelitiannya menarik perhatian pemilik perusahaan
tambang di Batavia sehingga perusahaan tersebut memutuskan untuk melakukan eksplorasi
tambang melalui Lebong Goud Syndicaat (Graaf & Stibbe, 1918). Penelitian kandungan emas
di daerah Lebong dilakukan. Kesuksesan penelitian ini mendorong berdirinya beberapa
perusahaan eksplorasi tambang. Tambang emas Lebong Donok merupakan hasil eksplorasi
Eugene Kassel yang kemudian diambil alih oleh perusahaan swasta Belanda bernama
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong pada tahun 1897. Perusahaan Mijnbouw
Maatschappij Redjang Lebong dibawah pimpinan manajemen tambangAdministrator H.J.A.
Sanders.
Daerah Lebong Donok telah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa karena secara
historis Sumatera telah mendorong penambangan emas sendiri, sehingga keadaan baik yang
saat ini sedang dieksploitasi telah dikenal masyarakat sejak lama, dan faktanya membuat
penambangan ini tidak mungkin disembunyikan dengan cara yang mudah diakses, pasti ada
legenda tentang hal itu, tetapi para penggali emas asli umumnya mengetahui kejadian yang
lebih penting dengan sangat baik. Sumatera memang mengandung koridor emas, yang tentunya
dapat menjadi subjek penambangan yang sedang berkembang. Pemerintah memberikan hak
14
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
konsesi kepada perusahaan swasta belanda dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan
(Van Der Gracht, 1915).
Di wilayah Lebong perkembangan pesat perdagangan, pertanian, dan populasi semata
mata merupakan hasil dari industri pertambangan emas, sementara pantai barat Aceh yang
subur mungkin dihuni oleh para penggali emas, yang menemukan tanaman lada lebih
menyenangkan daripada penambangan emas sarat emas di hutan belantara. Sejarah Emas telah
digali dan dilebur sejak zaman kuno untuk diolah menjadi ornamen berharga. Koin emas tidak
dibuat dalam jumlah besar sampai abad terakhir, ketika standar pengerakan emas diperkenalkan
di banyak negara (Van Der Gracht, 1915).
Kegiatan Eksploitasi Penambangan Emas Lebong Donok
Pemerintah Hindia Belanda memberikan hak konsesi pengelolaan kepada Perusahaan
Swasta Belanda bernama Mijnbouw Maatschappij RedjangLebong tahun 1899 dibawah
Administrator tambang H.J.A Sanders, setelah temuan endapan emas di Lebong Donok tahun
1896 dan pendirian perusahaan pada 10 Februari 1897. Penambangan emas Lebong Donok
merupakan tambang emas pertama yang menjadi faktor pendukung adanya kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi lanjutan oleh para ilmuan Belanda (Graaf & Stibbe, 1918). Hal ini juga
sehubungan dengan keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 28 Januari 1899 No.1,
Mijnbouw Maatschappij RedjangLebong mendapatkan hak konsesi pertambangan emas di
Lebong Donok. Dengan dibukanya tambang emas Lebong Donok ini dapat mendorong
pembangunan sebuah desa tambang di rimba Bukit Barisan yang kemudian berkembang
menjadi sebuah kota kecil (Siddiq, 1996).
Adapun eksploitasi yang dilakukan di Lebong Donok adalah bisnis dari Pemerintah
Hindia Belanda yang memberikan hak pengelolan kepada perusahaan swasta alasannya yang
sangat besar yaitu keuntungan didistribusikan melalui Mijnbouw Maatschappij Redjang
Lebong selama beberapa tahun eksploitasi terumbu di Lebong Donok pada periode 1899 sampai
1911 adalah 33½ juta bruto logam mulia (emas dan perak), dimana 18 juta sebagai laba bersih
dapat dipertimbangkan (Van Der Gracht, 1915).
Gambar 1. Pabrik emas Lebong Donok
Sumber: Koleksi Tropen Museum
15
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Pabrik emas Lebong Donok yang dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij Redjang
Lebong dilengkapi dengan alat-alat untuk pengolahan emas seperti alat pengeboran, alat
pengangkut bijih emas dengan menggunakan kereta listrik, alat pengangkut mesin, alat
pencetak emas, laboratorium untuk mencek kadar emas, mesin pemompa air, alat penyaringan,
oven untuk pembakaran emas, dan bengkel listrik. Untuk alat-alat Laboratorium Mijnbouw
Maatschappij Redjang Lebong mendapat persedian alat bantuan dari Batavia dan Surabaya
yang dikirim secara rutin tiap setiap tahunnya. Alat-alat utama Laboratorium terdiri dari bahan
kimia yang digunakan berupa soda, sianida, minyak moffeloven, serta asam nitrat. Sedangkan
untuk perlengkapan penelitian di Laboratorium menggunakan cangkir, tungku petroleum,
manometer, alat peredam, cawan lebur, alat tes, alat pemurni metalurgi, alat segel dan alat
bakar. Bahan-bahan kimia dan perlengkapan penelitian sebagaian besar diperoleh dari
perusahaan Eropa, diantaranya perusahaan Morgan Crucible di Battersea-London, Velter In
Cie di Prancis dan perusahaan FW Braun di Los Angeles-California (Mijnwezen, 1909).
Gambar 2. Pengeboran tambang emas Lebong Donok
Sumber: Koleksi Tropen Museum
Tambang emas Lebong Donok dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah, sistem
tambang bawah tanah ini dikenal dengan dua jenis terowongan yaitu terowongan utama dan
terowongan mendatar.Terowongan tersebut berfungsi sebagai jalan keluar masuk pekerja,
mesin, material, atau sebagai lubang pentilasi.sistem tambang bawah tanah ini dilakukan
dengan cara mengebor dinding-dinding goa untuk mendapatkan batu yang mengandung emas.
Kepala Administrator Perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong di Lebong
Donok menulis peristiwa penting pada tanggal 8 kemarin sore di terowongan tengah “Lie
gende” dari karang dicapai dengan total panjang 26 kaki. Ini akan berada pada kemiringan 65
derajat ke Timur dengan Lebar sebenarnya 23 kaki, tetapi dengan alasan teknis gunung harus
dibuat bengkokan dalam menerobos karang sehingga lebar yang sebenarnya menjadi 20 kaki.
16
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Panel ulang juga berkembang dengan baik di terowongan yang dalam dan juga untuk perangkat
ventilasi juga bekerja dengan baik (Brichten, 1901).
Gambar 3. Truk truk Kereta listrik bermuatan bijih dari tambang Lebong Donok
Sumber: Koleksi Tropem Museum
Setelah melakukan pengeboran di dinding-dinding goa batu yang di hasilkan kemudian
diangkut dengan menggunakan kereta listrik yang telah dibuat oleh Mijnbouw Maatschappij
Redjang Lebong di Lebong Donok.Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong di Lebong Donok
telah menggunakan Kereta bawah tanah untuk mempermudah mengangkut bijih-bijih yang
mengandung emas tersebut.
Setelah Bijih dari tambang telah diangkut metode perawatan sangat bervariasi
tergantung kualitas dan kekayaan bijih yang akan diproses. Perlakuan bijih sangat berbeda
ditiap-tiap daerah tergantung bijih yang dihasilkannya.Tambang emas Lebong Donok sendiri
pengelolahan dilakukan dengan menghancurkan bijih-bijih yang mengandung emas dengan
mesin-mesin utama dan pelat besar hingga ukuran bijih yang mengandung emas menjadi sangat
halus. Sementara itu selama pengolahan pemisahan bijih diproses dengan cara yang berbeda
dengan pengayakan atau oleh pemukim aliran air agar tidak memperoleh kehalusan bijih yang
tidak perlu untuk memberikan efek terbesar pada proses kimia. Bijih yang telah ditumbuk
dimasukan kedalam pulp oleh roda kastor dan diolah dalam bak besar dengan sianida untuk
melepaskan emas dan kemudian mengekstraknya dari larutan (Verloop, 1916).
17
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Gambar 4.Oven Listrik di gudang laboratorium milik Mijnbouw Maatschappij Redjang
Lebong di Lebong Donok
Sumber : Koleksi Tropen Museum
Untuk tambang emas di Lebong Donok ini sendiri karena emasnya berbentuk emas
klorida, jadi cara pengolahan emas dilakukan dengan menggunakan oven listrik pada 350 amp
dan 110 volt dalam ruang hampa menguap sekitar 1.170 derajat celcius dimasak pada 1.800
gram. Dari jumlah tersebut nantinya ditemukan emas, tellurium, antimony, belerang, perak, dan
timah (Verloop, 1916).
Gambar 5. Pencetakan emas menjadi emas batangan di Lebong Donok.
Sumber : Koleksi Tropem Museum
18
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Setelah mengalami beberapa proses pengolahan kemudian sampai pada tahap terakhir
yaitu Proses peleburan emas yang kemudian akan dicetak menjadi emas batangan. Masalah
yang dihadapi oleh Maatschappij Redjang Lebong di Lebong Donok ialah tempat penjualan
alat suku cadang mesin yang jauh dari Lebong Donok membuat Maatschappij Redjang Lebong
mengalami kendala yang serius karena semua harus di ambil alih oleh perusahaan beasar.
Dalam satu taun lebih bisa mencapai satu setengah juta kilogram harus dilaporkan hanya untuk
perusahaan (Colijn, 1913).
Gambar 6. Penelitian kandungan emas dengan keseimbangan di Laboratorium Perusahaan
Pertambangan Rejang Lebong di Lebong Donok
Sumber : Koleksi Tropem Museum
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong di Lebong Donok ini juga mempunyai
Laboratorium untuk mencek berapa persen kadar emas yang terkandung dalam emas batangan
yang telah di cetak. Penelitian kandungan emas Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong di
Lebong Donok ini menggunakan mesin keseimbangan untuk mencek kandungan emas. Emas
yang dikirim ke pelabuhan sudah diketahui berapa persen kandungan emas di dalamnya. Colijn
(1913).
Simpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa eksplorasi awal
dimulai pada akhir abad ke-19, ketika seorang penambangan emas tradisional yang bernama
Haji Ismael yang tinggal di Pasar Curup. Haji Ismael menceritakan tentang daerah-daerah di
Lebong khususnya di Lebong Donok yang tanahnya mengandung emas kepada Eugene Kassel,
seorang administratur Perkebunan Kopi Suban Ayam. Berdasarkan informasi tersebut Eugene
Kassel melakukan sebuah penelitian di Lebong. Hasil penelitiannya menarik perhatian pemilik
perusahaan tambang di Batavia sehingga perusahaan tersebut memutuskan untuk melakukan
eksplorasi tambang melalui Lebong Goud Syndicaat. Tambang emas Lebong Donok
19
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
merupakan hasil eksplorasi Eugene Kassel yang kemudian diambil alih oleh perusahaan swasta
Belanda bernama Mijnbouw Maatschappij Rejang Lebong pada tahun 1897. Perusahaan
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dibawah pimpinan manajemen tambang
Administrator H.J.A. Sanders melakukan ekploitasi di Lebong Donok.
Eksploitasi Tambang emas Lebong Donok yang dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij
Redjang Lebong dilengkapi dengan alat-alat untuk pengolahan emas seperti alat pengeboran
listrik, alat pengangkut bijih emas dengan menggunakan kereta listrik, alat pengangkut mesin,
alat pencetak emas, laboratorium untuk mencetak kadar emas, mesin pemompa air, alat
penyaringan, oven untuk pembakaran emas, dan bengkel listrik. Tambang emas Lebong Donok
dilakukan dengan menggunkan sistem tambang bawah tanah. Sisitem tambang bawah tanah ini
dilakukan dengan cara pengeboran pada dinding-dinding goa untuk mendapatkan batu yang
mengandung emas.
Daftar Pustaka
Abdullah, T & Surjomihardjo, A. (1985). Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif.
Jakarta: PT. Gramedia.
Abdurahman, D. (2007). Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ackerstaff, R. 2015. Het Lebong District. ZWP Mededelingenblad nr.166 – bladzijde.
Berichten, D “ De Locomotief ”, Zaterdag 21 September 1901.
De Graaf, S., dan D.G. Stibbe (ed). (1918). Encyclopedie van Nederlandsch Indie Tweede Druk.
Leiden: S Gravenhage.
Erman, E (1999). Pengusaha, Koeli, dan Penguasa: Industri Tambang Timah Belitung 1852
1940”. Tesis. Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta.
Grenzen. No. 7667. Bengkoelen. Vesteeling der grenzen voor de plaatsen Tais, Moeara Aman,
Kepahiang en Muko-muko. Arsip Nasional Republik Indonesia.
Hasan, Z. (2015). Anok Kutai Rejang: Sejarah Adat Budaya Bahasa dan Aksara. Lebong: Dinas
Pariwisata Kebudayaan dan Perhubungan Kabupaten Lebong.
Lindayanti. (2007). Penambangan Emas dan Perak di Bengkulu. Jurnal Masyarakat dan
Budaya 9 (2).
M. Dien, M & Wahyudi, J. (2014) . Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Depok: Prenada Media
Group.
Paulus, J. (1917). Encyclopedie van Nederlandsch Indie Tweede Druk. Leiden: S Gravenhage.
Proyek Inventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional. (1983). Sejarah Perlawanan terhadap
Imprealisme dan Kolonialisme di Daerah Bengkulu. Jakarata: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
___________________. (1984). Sejarah Sosial Daerah Kota Bengkulu. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisi.
20
ISSN 1411-1764 Vol. 1 No. 3 Tahun 2019
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. (1979). Sejarah Kebangkitan Nasional
Daerah Bengkulu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Rahmana, S. (2018). Dari Mendulang Jadi Menambang: Jalur Emas di Lebong (Bengkulu)
Abad X1X hingga Abad XX. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Rochmaningrum, F. (2013). “Perkembangan Tambang Minyak Blok Cepu dan Pengaruhnya
terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Ledok”. Skripsi, Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Sagitra, L. (2014). Karakteristik Jalur Transportasi Pertambangan Emas Mijnbouw
Maatschappij Simau (MMS) Di Lebong Tandai, Bengkulu Utara. Skripsi. Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Siddik, A. (1977). Hukum Adat Rejang. Jakarta: Balai Pustaka.
________. (1996). Sejarah Bengkulu 1500-1900. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudibyo Putro, S. (2013). Perkembangan Perusahaan Bataafsche Petroleum Maatschappij di
Hindia Belanda (1907-1942)”. Skripsi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia.
Van Waterschoot Van Der Gracht, M. (1915). Rapport Over De Opsporing Van Delfstoffen
Nederlandsch Indie-Tweede Druk. Leiden: S-Gravenhage.
Verloop, J. H. (1916). Koloniale Mijnbouw: De Goudindustrie. Leiden: S-Gravenhage.
Winarno, B 1997. Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi. Jakarta: Inspirasi Indonesia.
21